Daftar Isi [Tampil]
Agenda jalan-jalan kali ini kembali menyambangi air terjun. Nah kalau sebelumnya ke kecamatan sebelah, maka kali ini ke kecamatan sendiri dulu deh. Dan agenda bulanan kali ini ke ... air terjun Panto Cinagara, di desa Sadahayu, kecamatan Majenang, kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Berangkat dari Kota
Perjalanan dimulai dari Majenang kota. Beranjak ke arah utara dengan jalanan aspal yang dominan naik dan berbelok-belok. Masuk ke desa Sadahayu jalanan mulai berubah. Memang sih masih aspal, tetapi ada beberapa bagian yang memang rusak oleh hujan dan alam. Meski sudah mulai naik, udara masih sama saja panas kok, karena memang belum terlalu tinggi. Perjalanan berlanjut dengan jalanan yang makin beragam. Beberapa bagian bahkan berupa aspal rusak yang sudah berganti dengan bebatuan lumayan besar. Perjalanan yang menurut gMap hanya memakan waktu sekitar satu jam saja pun terancam molor.
Baca juga Jalan-jalan Tipis ke Pantai Karapyak
Kami sempat singgah sebentar, lantaran menunggu guide yang siap mengantar. Kali ini, dalam perjalanan pertama ini kami memilih untuk meminta jasa guide. Nah dari tempat kami bertemu guide ini, jalanan makin beragam. Ada satu lokasi yang bahkan benar-benar masih berupa batu yang ditata di jalan. Dengan dua lajur bersemen di kanan dan kirinya, yang memang dibuat sengaja untuk jalur roda kendaraan. Turunan terakhir yang kami lewati pun bisa dibilang cukup curam. Kalau menggunakan motor matic, disarankan agar sendirian saja karena medan yang cukup menantang.
Perjalanan dengan motor berakhir di sebuah tempat pembibitan. Di sekitarnya, kami melihat beberapa papan petunjuk wisata air terjun Cinagara. Oh, ternyata memang tempat ini pernah dikelola. Meski saat ini sepertinya sudah sepi lagi. setelah parkir motor di area pembibitan, kami menyewa pelampung yang disediakan kelompok sadar wisata (pokdarwis) masyarakat lokal. Dan perjalanan berikutnya kami tempuh dengan jalan kaki.
Lewat Jalan Tanah
Dari jalan utama (yang keadaannya sudah cukup parah) kami menempuh jalan setapak berupa tanah. Setepak ini benar-benar masih tanah. Dan saat kami lewat, ada banyak tanaman yang menghalangi jalan. Jelas, kalau tanpa guide, mungkin kami akan tersesat. Atau bisa juga karena jalur ini jarang dilewati orang. Jalanan setapak ini memiliki kontur menurun. Di beberapa bagian, ada tanah yang ambles juga, jadi kami harus ekstra hati-hati. Meski sudah dibantu dengan beberapa jembatan kayu, tetap harus super hati-hati. Tidak disarankan membawa anak kecil kalau kesini, hahahaha
Turunan terakhir yang cukup curam akhirnya membawa kami tiba di sisi sungai. Iya, sungai. Jadi, kami tidak bisa langsung bertemu dengan air terjunnya. Ada petunjuk jalan di batuan sisi singai, mengarah ke tempat air terjun berada. Dari guide yang kami ajak, kami dapat informasi kalau untuk mencapai air terjun yang dimaksud, harus menyusuri sungai sekitar tiga ratus meter lagi, uwoooo
Bicara soal situasi sungai ya. Kami tiba di tempat sekitar jam 10an, jadi masih cukup pagi. Air super jernih sudah menyambut kami seperti mengajak untuk segera terjun dan bermain air sepuasnya. Air memang tidak terlalu dalam. Tapi tetap saja, arusnya tidak bisa dikatakan lambat. Karena beberapa bagian tampak dalam dan berarus deras.
Sebenarnya galau juga sih, mau menyusur sungai atau tidak. Tapi, masak iya sudah sampai sana tetapi tidak sekalian. Sayangnya, karena lupa tidak bawa baju ganti, akhirnya kami memutuskan tidak sampai lokasi air terjun. Hiks. Kami memang mencoba menyusuri pinggiran sungai untuk menghindari arus yang cukup deras. Tapi tetap saja, airnya cukup dalam. Jangan dibayangkan kalau sungai ini punya pinggir yang datar dan lapang dari tanah. Sungai ini benar-benar tersembunyi di antara bebatuan tinggi. Bisa dibayangkan ya, kalau di sisi kanan maupun kiri sungai adalah tebing batu tinggi dengan air yang mengalir di sela-selanya. Nah tempat kami turun tadi dari jalan setapak adalah satu-satunya sisi sungai yang tidak diapit batu.
Salah seorang dari kami cukup nekat untuk menyambangi sisi sungai menuju air terjun. Sayangnya, ada satu akses jembatan kayu yang hanyut oleh banjir sebelumnya. Padahal bagian itu cukup dalam. Jadi kalau mau benar-benar sampai di bawah air terjun, memang harus berenang. Alamak, mundur teratur lah saya.
Puas menyusuri beberapa bagian sungai, meski agak menyesal karena tidak datang ke bawah air terjun langsung, kami pun menggelar bekal. Beberapa camilan menemani saat kami merebus mie untuk makan siang. Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, menu kali ini memang sengaja berupa mie. Selain mudah dibawa, juga mudah dibuat. Tidak butuh waktu lama. Puas melahap mie sebentar, kami sempatkan lagi untuk berkecipak dengan air sebelum benar-benar pulang. Kalau saya? Manfaatkan waktu agar baju di badan lumayan kering.
Saat kami hendak naik, ada beberapa anak kecil yang baru datang. Rupanya mereka anak-anak desa yang memang datang untuk mandi dan bermain. Melihat mereka bermain air secara bebas begitu, iri rasanya. Bersama anak-anak itu, ada juga dua remaja yang datang dengan tas berisi tanaman. Hmmm ... ngapain sih? Saat ditanya, mereka rupanya ingin memanfaatkan area sungai itu sebagai spot foto. Wah menarik nih.
Menjelang tengah hari, kami pun beranjak naik. Tidak lupa memberesi barang-barang bawaan dan memastikan tidak ada sampah yang tertingal. Kali ini perjalanan berbalik. Kalau tadi kami menuruni jalanan setapak, bisa dipastikan perjalanan kali ini super naik. Entah nanti sampai atas, masih ada sisa mie di perut atau sudah habis untuk energi, hehehehe
Sampai di atas, kami menyempatkan diri untuk rehat sejenak di balai-balai yang ada di pusat pembibitan. Sambil mengumpulkan kembali tenaga untuk memacu motor pulang. Kalau saat kami datang tadi tidak ada pengunjung lain, justru saat kami hendak pulang tampak sejumlah remaja bermotor datang. Tujuan mereka rupanya sama dengan kami, air terjun. Eits, tapi mereka tidak tahu saja, kalau medan jalan setapaknya luar biasa. Selain sekelompok remaja tadi, ada juga dua orang dewasa lain yang baru saja datang dengan tujuan yang sama.
Baca juga Jalan-jalan Candi Sambisari Yogyakarta
Sebelum pulang, kami sempat beramah tamah dengan pengelola pembibitan yang juga menyewakan pelampung pada kami. Oh iya, harga sewa pelampung lima ribu saja, sepuasnya. Tidak ada tiket masuk ke area ini ya.
Selepas tengah hari, kami pun beranjak naik. Jalanan kali ini naik dan cukup terjal. Menyusul setelahnya jalanan turunan yang berkelok hingga sampai kota Majenang lagi. sampai rumah, ternyata baju yang tadi basah sudah kering lagi, hahaha.
(bonus foto buku. niat hati mau buat foto buku, eh ternyata telanjur basah semua. batal deh foto bukunya, hahahaha)
Baca juga Jalan-jalan Benteng Pendem Cilacap
Kesimpulan
Oke, jadi kesimpulan catatan jalan-jalan kali ini: Pastikan bawa baju ganti, karena pasti enggak enak main ke air tapi enggak ikutan basah. Jangan bawa anak kecil, risiko jalanan. Pastikan motor dalam keadaan baik. Pakai mobil bisa? Agak sulit untuk tiba di lokasinya. Sebaiknya memang pakai motor saja. Bawa bekal yang sesuai. Termasuk jenis makanan dan peralatannya. Dan tidak lupa, terima kasih untuk mbak guide yang sudah setia nemenin kami, hahaha
Jadi, bulan depan, kita kemana nih?
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.