Daftar Isi [Tampil]
Kupandangi lelaki berkemeja biru itu dari kejauhan. Seperti hari-hari lalu, seperti biasanya. Tidak banyak yang berubah. Hanya ... hatiku yang berubah.
Kita tidak lagi banyak bertukar kata seperti biasanya. Kenapa? Tidak ada lagi sapaan hangat di pagi atau sore hari saat beranjak pulang. Kenapa? Tidak ada lagi perpesanan yang mengekor panjang mewarnai malam. Kenapa?
***
***
Rumit
“Kenapa aku jadi serumit ini?” Dania bergumam pelan.
Cinta itu sederhana
Yang rumit itu kamu
Mencintaimu itu mudah
Yang sulit adalah membuatmu juga mencintaiku
Lagu Rumit-nya Langit Sore kembali terngiang jelas dan menampar Dania, sekali lagi.
Mencintai dalam diam bukan hal yang pertama kalinya bagi Dania. Tapi mencintai dengan perasaan yang jauh lebih rumit dari biasanya, seperti sekarang ini, jelas baru pertama kalinya Dania rasakan. Jangan tanyakan kenapa dan bagaimana semuanya menjadi serumit ini. Ya, begitulah. Semuanya menjadi rumit dengan sendirinya.
“Dania! Ngelamun terus sih?!” Vania menepuk punggung Dania.
“Enggak kok,” elak Dania. “Jadi, mau pulang jam berapa nih?” Dania mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Ya entar lah. Nungguin tuh,” Vania menunjuk ke arah perahu kayuh yang masih berada jauh di tengah danau.
Benar. Hari ini Dania, lelaki berkemeja biru, Vania dan beberapa rekan mereka yang lain mencuri waktu dari kantor. Di sela kesibukan yang belum benar-benar dimulai, mereka membuat diri mereka terdampar di area wisata yang berada persis di sisi embung atau danau buatan ini.
Bukan pertama kalinya Dania membuat dirinya berada dalam satu tempat bersama lelaki berkemeja biru itu. Sengaja ataupun tidak sengaja. Yang jelas, tidak pernah ada waktu milik berdua. Karena semua waktu masih menjadi milik kelompok.
Dania kembali mengalihkan pandangannya ke tengah danau. Ya, lelaki berkemeja biru itu masih di sana, mengayuh tetapi tangan dan matanya masih asyik terpaku pada ponsel yang digenggamnya. Entah apa yang tengah ia lakukan.
“Kalau gini caranya, gimana nasib naskahku?” Dania mengembuskan napas berat.
***
Bismillah ...
Caption itu lewat saat Dania membuka salah satu aplikasi pesan di ponselnya dan melihat status pria berkemeja biru. Di sana tertera gambar si pria, dengan tas ransel besar dan pakaian hangat lengkap berlatar tanah kering sedikit menanjak dan suasana yang sedikit kabur berkabut. Dari sana, jelas Dania tahu kalau si pria tengah berada di tempat cukup tinggi. Dania ingat benar, beberapa hari yang lalu, pria itu membuat status yang serupa. Ia merencanakan perjalanannya ke salah satu tempat terbaik menikmati hamparan luas suasana, udara dingin dan keheningan yang menghangatkan.
“Hati-hati ya,” Dania bergumam pelan sambil menutup aplikasi pesan itu dan mematikan paket data di ponselnya.
Cinta itu sederhana
Yang rumit itu kamu
Mencintaimu itu mudah
Yang sulit adalah membuatmu juga mencintaiku
Lagu Rumit-nya Langit Sore kembali terngiang jelas dan menampar Dania, sekali lagi.
Mencintai dalam diam bukan hal yang pertama kalinya bagi Dania. Tapi mencintai dengan perasaan yang jauh lebih rumit dari biasanya, seperti sekarang ini, jelas baru pertama kalinya Dania rasakan. Jangan tanyakan kenapa dan bagaimana semuanya menjadi serumit ini. Ya, begitulah. Semuanya menjadi rumit dengan sendirinya.
“Dania! Ngelamun terus sih?!” Vania menepuk punggung Dania.
“Enggak kok,” elak Dania. “Jadi, mau pulang jam berapa nih?” Dania mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Ya entar lah. Nungguin tuh,” Vania menunjuk ke arah perahu kayuh yang masih berada jauh di tengah danau.
Benar. Hari ini Dania, lelaki berkemeja biru, Vania dan beberapa rekan mereka yang lain mencuri waktu dari kantor. Di sela kesibukan yang belum benar-benar dimulai, mereka membuat diri mereka terdampar di area wisata yang berada persis di sisi embung atau danau buatan ini.
Bukan pertama kalinya Dania membuat dirinya berada dalam satu tempat bersama lelaki berkemeja biru itu. Sengaja ataupun tidak sengaja. Yang jelas, tidak pernah ada waktu milik berdua. Karena semua waktu masih menjadi milik kelompok.
Dania kembali mengalihkan pandangannya ke tengah danau. Ya, lelaki berkemeja biru itu masih di sana, mengayuh tetapi tangan dan matanya masih asyik terpaku pada ponsel yang digenggamnya. Entah apa yang tengah ia lakukan.
“Kalau gini caranya, gimana nasib naskahku?” Dania mengembuskan napas berat.
***
Bismillah ...
Caption itu lewat saat Dania membuka salah satu aplikasi pesan di ponselnya dan melihat status pria berkemeja biru. Di sana tertera gambar si pria, dengan tas ransel besar dan pakaian hangat lengkap berlatar tanah kering sedikit menanjak dan suasana yang sedikit kabur berkabut. Dari sana, jelas Dania tahu kalau si pria tengah berada di tempat cukup tinggi. Dania ingat benar, beberapa hari yang lalu, pria itu membuat status yang serupa. Ia merencanakan perjalanannya ke salah satu tempat terbaik menikmati hamparan luas suasana, udara dingin dan keheningan yang menghangatkan.
“Hati-hati ya,” Dania bergumam pelan sambil menutup aplikasi pesan itu dan mematikan paket data di ponselnya.
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.