Daftar Isi [Tampil]
Setengah berlari Dania menuju ruang kantor, dari area parkir. Salam terucap pelan saat mata Dania menangkap sosok lelaki berkemeja biru itu sudah berada di ruangan itu. Hanya berselang jenak sebelum Dania datang.
“Wah ternyata ada yang datang lebih pagi,” sapa Dania pada lelaki berkemeja biru.
Lelaki berkemeja biru itu mendongak, melihat ke arah Dania. Dipamerkan senyum manis lesung pipi separuhnya, “Iya, dong. Masak kalah terus sama kamu.” Ia kemudian kembali sibuk dengan sepatunya. Tangan kanannya kembali menggerakkan sikat ke permukaan sepatu itu secara berulang.
Dania harus melewati sisi meja si lelaki berkemeja biru itu untuk bisa mencapai meja kerjanya yang berada di deretan belakang. Hati-hati Dania melangkah di celah sempit antar meja itu. Bukan hanya untuk menghindari benturan antara meja dan tubuhnya saja. Tapi, juga memberi kesempatan indera penciumannya untuk membaui aroma segar khas milik lelaki berkemeja biru. Jelas, Dania harus benar-benar hati-hati dalam melakukannya. Ia tidak mau lelaki berkemeja biru itu tahu kalau ia mencari kesempatan.
Setelah melewati tiga meja, Dania akhirnya tiba di meja kerjanya. Diletakkannya tas berat yang sejak tadi digendongnya, ke kursi. Ia kemudian duduk sembari mengatur nafasnya. Benar, Dania harus melakukan ini untuk meredakan debar yang sejak tadi tertabuh di dadanya. Bukan oleh rasa sakit ataupun kaget. Tapi oleh rasa yang sulit dijelaskan, karena Dania juga tidak tahu perasaan apa itu, meski orang lain menyebutnya sebagai cinta.
Keasyikan lelaki berkemeja biru memberikan kesempatan bagi Dania untuk memandanginya tanpa terganggu oleh apapun. Pemandangan yang baru Dania pahami, sebagai sebuah keajaiban saat ia duduk di mejanya. Meja paling belakang di kantor itu. Dania bersyukur berada di sana dan lelaki berkemeja biru berada di depan. Tahun lalu, ia melewatkannya, saat lelaki berkemeja biru itu duduk di kursi tepat sebelahnya. Tapi, itu setahun lalu. Saat tidak ada secuilpun kehangatan perasaan yang Dania temukan, meski hanya memandangi lelaki berkemeja biru dari meja belakang.
***
“Lagi ngapain?”
“Eh?” Dania kaget saat tahu lelaki berkemeja biru itu sudah ada di belakangnya, tengah memandangi halaman dekstop di depan Dania. “Ini lagi nyari video buat materi besok. Kasih ide dong,” pinta Dania kemudian.
“Emang tentang apa?” lelaki berkemeja biru itu urung melanjutkan langkahnya dan justru berdiri tegak di belakang Dania.
Dania melirik sekilas, memastikan kalau lelaki berkemeja biru itu masih di sana, “Student active learning succcess. Ya semacam motivasi belajar gitu lah.”
“Oh. Lho bukannya kemarin udah ya?” lelaki berkemeja biru itu melanjutkan ucapannya dengan pertanyaan.
“Yang kemarin belum dapet yang bagus. Jadinya ini nyari lagi deh,” ujar Dania sambil memamerkan senyumnya dan memandang ke arah lelaki berkemeja biru itu.
Lelaki berkemeja biru itu meraih tetikus yang tadi dipegang Dania dan mengarahkan kursor ke kotak pencarian. Tanpa minta izin dulu, lelaki berkemeja biru itu menjulurkannya tangannya dan mengetik di papan ketik yang ada di depan Dania, “Gimana kalau kata kuncinya ini?”
Dania yang kaget kontan menarik tubuhnya sedikit menjauh.
“Udah tuh,” lelaki berkemeja biru kembali menjauh dari depan Dania.
Mendengarnya, Dania baru berani membuka mata. Dan di depannya, mesin pencari sudah menampilkan sederet video dan artikel yang—dari judulnya—sepertinya akan cocok dengan apa yang dicari Dania.
“Wah, keren!” ujar Dania kegirangan. “Makasih ya.”
“Sama-sama,” lelaki berkemeja biru itu kemudian beranjak pergi.
“Apa aku harus memerjuangkannya?” Dania memantapkan hati.
Lelaki berkemeja biru itu mendongak, melihat ke arah Dania. Dipamerkan senyum manis lesung pipi separuhnya, “Iya, dong. Masak kalah terus sama kamu.” Ia kemudian kembali sibuk dengan sepatunya. Tangan kanannya kembali menggerakkan sikat ke permukaan sepatu itu secara berulang.
Dania harus melewati sisi meja si lelaki berkemeja biru itu untuk bisa mencapai meja kerjanya yang berada di deretan belakang. Hati-hati Dania melangkah di celah sempit antar meja itu. Bukan hanya untuk menghindari benturan antara meja dan tubuhnya saja. Tapi, juga memberi kesempatan indera penciumannya untuk membaui aroma segar khas milik lelaki berkemeja biru. Jelas, Dania harus benar-benar hati-hati dalam melakukannya. Ia tidak mau lelaki berkemeja biru itu tahu kalau ia mencari kesempatan.
Setelah melewati tiga meja, Dania akhirnya tiba di meja kerjanya. Diletakkannya tas berat yang sejak tadi digendongnya, ke kursi. Ia kemudian duduk sembari mengatur nafasnya. Benar, Dania harus melakukan ini untuk meredakan debar yang sejak tadi tertabuh di dadanya. Bukan oleh rasa sakit ataupun kaget. Tapi oleh rasa yang sulit dijelaskan, karena Dania juga tidak tahu perasaan apa itu, meski orang lain menyebutnya sebagai cinta.
Keasyikan lelaki berkemeja biru memberikan kesempatan bagi Dania untuk memandanginya tanpa terganggu oleh apapun. Pemandangan yang baru Dania pahami, sebagai sebuah keajaiban saat ia duduk di mejanya. Meja paling belakang di kantor itu. Dania bersyukur berada di sana dan lelaki berkemeja biru berada di depan. Tahun lalu, ia melewatkannya, saat lelaki berkemeja biru itu duduk di kursi tepat sebelahnya. Tapi, itu setahun lalu. Saat tidak ada secuilpun kehangatan perasaan yang Dania temukan, meski hanya memandangi lelaki berkemeja biru dari meja belakang.
***
“Lagi ngapain?”
“Eh?” Dania kaget saat tahu lelaki berkemeja biru itu sudah ada di belakangnya, tengah memandangi halaman dekstop di depan Dania. “Ini lagi nyari video buat materi besok. Kasih ide dong,” pinta Dania kemudian.
“Emang tentang apa?” lelaki berkemeja biru itu urung melanjutkan langkahnya dan justru berdiri tegak di belakang Dania.
Dania melirik sekilas, memastikan kalau lelaki berkemeja biru itu masih di sana, “Student active learning succcess. Ya semacam motivasi belajar gitu lah.”
“Oh. Lho bukannya kemarin udah ya?” lelaki berkemeja biru itu melanjutkan ucapannya dengan pertanyaan.
“Yang kemarin belum dapet yang bagus. Jadinya ini nyari lagi deh,” ujar Dania sambil memamerkan senyumnya dan memandang ke arah lelaki berkemeja biru itu.
Lelaki berkemeja biru itu meraih tetikus yang tadi dipegang Dania dan mengarahkan kursor ke kotak pencarian. Tanpa minta izin dulu, lelaki berkemeja biru itu menjulurkannya tangannya dan mengetik di papan ketik yang ada di depan Dania, “Gimana kalau kata kuncinya ini?”
Dania yang kaget kontan menarik tubuhnya sedikit menjauh.
“Udah tuh,” lelaki berkemeja biru kembali menjauh dari depan Dania.
Mendengarnya, Dania baru berani membuka mata. Dan di depannya, mesin pencari sudah menampilkan sederet video dan artikel yang—dari judulnya—sepertinya akan cocok dengan apa yang dicari Dania.
“Wah, keren!” ujar Dania kegirangan. “Makasih ya.”
“Sama-sama,” lelaki berkemeja biru itu kemudian beranjak pergi.
Tidak Baik-baik Saja
Sayangnya, lelaki berkemeja biru itu tidak tahu, kalau sejak tadi debar di dada Dania sudah meliar. Dania tahu benar, tidak ada yang bisa menahan perasaan itu. Meski awalnya Dania tidak benar-benar ingin mengakuinya. Tapi, sekarang Dania tidak mau lagi mengingkarinya.“Apa aku harus memerjuangkannya?” Dania memantapkan hati.
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.