Daftar Isi [Tampil]
Malam ini hujan, seperti malam-malam kemarin. Seperti malam-malam sebelumnya. Dan seperti yang sudah-sudah, seperti ini rasanya.
Apa kabar kopi? Hahaha ... cerita tentang kopi rasanya tidak pernah ada ujung dan habisnya ya. Selalu ada cerita tentang kopi. Oh ya, maafkeun untuk yang tidak bisa menikmati kopi—dengan berbagai alasan—. Sebaiknya kamu menikmati tulisan ini saja.
Apa kabar kopi? Hahaha ... cerita tentang kopi rasanya tidak pernah ada ujung dan habisnya ya. Selalu ada cerita tentang kopi. Oh ya, maafkeun untuk yang tidak bisa menikmati kopi—dengan berbagai alasan—. Sebaiknya kamu menikmati tulisan ini saja.
Cerita (tentang) Kopi
Cerita malam ini tentang awal mula (suka) ngopi. Keluarga gue bukan penggemar kopi. Pun jenis minuman panas lainnya. Teh pun jarang. Dan karena jarang ini, gue selalu berpikir kalau ngopy itu Cuma kerjaan orang-orang tua saja.
Tapi semua itu berubah saat gue memasuki SMA. Tinggal di kos yang jauh dari orang tua, dan banyaknya tugas sekolah membuat gue iseng mencecap rasa kopi untuk pertama kalinya. Nggak buruk. Hmmm ... apalagi ternyata kopi membantu gue untuk tetap terjaga hingga malam untuk sekadar berkencan dengan soal-soal matematika atau menyalin catatan kimia—yang super cepat—dan catatan biologi yang super lengkap itu.
Demi bisa begadang dan mencegah kantuk terlalu cepat datang, akhirnya gue mengakrabkan diri dengan kopi. Malam gue sering ditemani kopi. Bukan jenis kopi kental—pahit—ori. Hanya kopi sachet biasa khas ‘anak baru’.
Kebiasaan ini berlanjut hingga dunia kuliah. Kalau awalnya gue Cuma suka satu jenis kopi saja, perlahan gue menjelajah berbagai rasa kopi dari beragam merk. Meski memang masih setia dengan kopi sachetan. Bahkan tidak jarang, gue pun menularkan kebiasaan ngopi ini pada kawan-kawan lain, hehehe
Masa paling parah gue kecanduan kopi adalah masa kuliah. Dengan begitu banyak tugas kampus dan beragai tanggungjawab organisasi, kopi jadi sahabat terbaik gue. Berapa gelas kopi yang gue habiskan dalam satu hari? Tenang, taraf kecanduan gue masih aman kok. Paling juga gue Cuma ngopi satu cangkir per hari, tapi tiap hari. Sangat jarang gue ngopi sampai dua cangkir per hari. Kalau ini terjadi, pasti karena ada suatu hal yang harus gue selesaikan. Selebihnya, gue selalu membatasi diri untuk hanya minum satu cangkir kopi per hari.
Apakah ini masih berlanjut hingga sekarang? Ya dan tidak. Ya, karena gue masih tetap ngopi. Meski akhirnya gue nggak lagi sibuk mencicipi semua rasa kopi dari berbagai merk. Tidak, karena gue nggak lagi ngopi tiap hari. Gue mulai membatasi diri dengan kopi. Kecuali ada hal penting yang harus gue kerjakan hingga larut, gue nggak ngopi. Alih-alih, gue menggantinya dengan teh atau air hangat bening saja.
Oh ya, kebiasaan ngopi ini ternyata menular juga pada ayah, hehehe. Ayah bukan tipe orang yang suka kopi, dulu. Tapi entah sejak kapan, mungkin karena sering lihat gue ngopi, akhrinya nyicip kopi dan sekarang kopi jadi kebiasaannya tiap pagi.
Buat kamu yang nggak bisa mencecap rasa kopi di lidah, paling tidak kamu bisa menikmati aroma kopi yang selalu menguar memenuhi ruangan tiap kali serbuknya terkena air panas. Aromanya saja sudah cukup membuat bahagia. Jadi, tersenyumlah tiap kali membaui aroma kopi, janji?
Tapi semua itu berubah saat gue memasuki SMA. Tinggal di kos yang jauh dari orang tua, dan banyaknya tugas sekolah membuat gue iseng mencecap rasa kopi untuk pertama kalinya. Nggak buruk. Hmmm ... apalagi ternyata kopi membantu gue untuk tetap terjaga hingga malam untuk sekadar berkencan dengan soal-soal matematika atau menyalin catatan kimia—yang super cepat—dan catatan biologi yang super lengkap itu.
Demi bisa begadang dan mencegah kantuk terlalu cepat datang, akhirnya gue mengakrabkan diri dengan kopi. Malam gue sering ditemani kopi. Bukan jenis kopi kental—pahit—ori. Hanya kopi sachet biasa khas ‘anak baru’.
Kebiasaan ini berlanjut hingga dunia kuliah. Kalau awalnya gue Cuma suka satu jenis kopi saja, perlahan gue menjelajah berbagai rasa kopi dari beragam merk. Meski memang masih setia dengan kopi sachetan. Bahkan tidak jarang, gue pun menularkan kebiasaan ngopi ini pada kawan-kawan lain, hehehe
Masa paling parah gue kecanduan kopi adalah masa kuliah. Dengan begitu banyak tugas kampus dan beragai tanggungjawab organisasi, kopi jadi sahabat terbaik gue. Berapa gelas kopi yang gue habiskan dalam satu hari? Tenang, taraf kecanduan gue masih aman kok. Paling juga gue Cuma ngopi satu cangkir per hari, tapi tiap hari. Sangat jarang gue ngopi sampai dua cangkir per hari. Kalau ini terjadi, pasti karena ada suatu hal yang harus gue selesaikan. Selebihnya, gue selalu membatasi diri untuk hanya minum satu cangkir kopi per hari.
Apakah ini masih berlanjut hingga sekarang? Ya dan tidak. Ya, karena gue masih tetap ngopi. Meski akhirnya gue nggak lagi sibuk mencicipi semua rasa kopi dari berbagai merk. Tidak, karena gue nggak lagi ngopi tiap hari. Gue mulai membatasi diri dengan kopi. Kecuali ada hal penting yang harus gue kerjakan hingga larut, gue nggak ngopi. Alih-alih, gue menggantinya dengan teh atau air hangat bening saja.
Oh ya, kebiasaan ngopi ini ternyata menular juga pada ayah, hehehe. Ayah bukan tipe orang yang suka kopi, dulu. Tapi entah sejak kapan, mungkin karena sering lihat gue ngopi, akhrinya nyicip kopi dan sekarang kopi jadi kebiasaannya tiap pagi.
Buat kamu yang nggak bisa mencecap rasa kopi di lidah, paling tidak kamu bisa menikmati aroma kopi yang selalu menguar memenuhi ruangan tiap kali serbuknya terkena air panas. Aromanya saja sudah cukup membuat bahagia. Jadi, tersenyumlah tiap kali membaui aroma kopi, janji?
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)
Note :
Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.